Bagi saya topik poligami adalah topik yang menarik, tapi saya merasa bahwa topik ini sering kali dijauhi atau bahkan kalau bisa ditiadakan dari muka bumi bagi kebanyakan kaum perempuan. saya sendiri tidak pernah membicarakan topik ini dengan Ibu saya secara serius, tapi selalu terasa hangat dan menyenangkan ketika diskusi dengan Bapak dan Kakak kedua laki-laki saya. Jangan tanya kakak laki-laki pertama saya yang sudah menjelma jadi bang toyib dari lahir (red: jarang pulang, jarang dirumah).
Saya masih ingat ketika saya baru duduk di Bangku SMP, saat itu saya tidak mengambil kesempatan yang sama dengan dua kakak laki-laki saya untuk pesantren. Kakak kedua saya dengan sesuka hatinya mendoktrin “jangan mengharamkan poligami, tapi kamu jangan mau di poligami.” Kontradiktif memang, tapi saya menerimanya begitu saja tanpa bertanya atau mengkaji lebih lanjut karena bagi saya memahami aljabar lebih utama ketimbang memahami poligami.
Bapak adalah pribadi yang suka becanda, yang sering kali bilang “nanti kamu gak punya Mamah-mamah baru kalau ikut Bapak terus.” Karena saya selalu ikut kemanapun Bapak pergi. Bapak tidak serius mengatakan ingin punya istri baru, tapi ketika saya menunjukkan ketidak sukaan atau mengatakan “gak mau” Bapak akan menanggapinya dengan serius, seperti mengatakan “yang mau nikah lagi siapa?Bapak atau kamu ? Kenapa kamu yang bilang gak mau?” lalu Bapak akan dengan santainya menjelaskan soal poligami dan bagaimana Rasul melakukan poligami, dan serius saya lupa apa saja yang disampaikan Bapak.
Beranjak dewasa, eh da sampai sekarang merasa belum dewasa. Ya beranjak meninggalkan Bapak (red: merantau), ketika isu soal menikah merebak saya pikir poligami bagian yang penting untuk dipersiapkan. Ya siap tidak siap, mau tidak mau, terpikirkan atau tidak. Bab Poligami itu harus selesai dipahami dan disikapi dengan tepat (versi kebenaran masing-masing pembacalah, mau menolak atau menerima).
Bagi saya sendiri soal poligami ini, saya tidak akan mengatakan tidak. Iya boleh, boleh saja.. syarat dan ketentuan berlaku (!!!). Begini, bagi saya ada dua tugas pokok utama perempuan setelah menikah adalah melayani suami dan mendidik anak. jadi seandainya besok saya tidak mampu melayani suami dan mendidik anak dengan baik entah karena sakit parah atau ganguan mental (naudzubillah min dzalik) saya akan mengijinkan suami saya menikah lagi. Selama saya masih bisa melayani suami dan mendidik anak dengan baik, dan suami masih kekeuh pengen nikah lagi. Ayolah kita ‘riset’ dulu, riset kesiapan dan kemampuan suami beristri lagi, riset kesiapan saya berbagi suami, dan riset urgensi kenapa perempuan itu harus dinikahi?( kayak yang yakin bakalan jadi istri pertama aja ).
Well dalam Qur’an Surat An-nisa ayat 58 “Allah menyuruh manusia untuk menetapkan sesuatu dengan adil”. Lalu mari kita lihat Qur’an surat An-nisa ayat 3 yang suka menjadi hukum bolehnya laki-laki berpoligami “.....maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah seorang saja....” secara logika jika laki-laki memiliki empat istri dan bisa berlaku adil maka pahalanya lebih besar dengan berlaku adil pada satu istri. Tetapi,, siapa yang bisa menjelaskan apa itu adil tertutama adil dalam hal perasaan terhadap satu wanita dengan wanita yang lain? Karena di jelaskan pada ayat selanjutnya An-Nisa ayat 129 “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri (mu)....”
baydewey, kalau berpoligami untuk mengikuti sunah rasul. Mungkin ada yang terlewatkanuntuk dipahami. Yakni monogami . Monogami atau hanya memiliki satu istri ini juga sunah yang lebih diutamakan. Karena jangka waktunya lebih lama dilakukan rasul ketimbang poligaminya sendiri. Rasul hanya menjalani 8 tahun Poligami selama hidupnya, sedangkan monogami dilakukan selama 28 tahun. Dari sini saja kita bisa menyimpulkan suna manahkah yang lebih utama?
Saya masih ingat ketika saya baru duduk di Bangku SMP, saat itu saya tidak mengambil kesempatan yang sama dengan dua kakak laki-laki saya untuk pesantren. Kakak kedua saya dengan sesuka hatinya mendoktrin “jangan mengharamkan poligami, tapi kamu jangan mau di poligami.” Kontradiktif memang, tapi saya menerimanya begitu saja tanpa bertanya atau mengkaji lebih lanjut karena bagi saya memahami aljabar lebih utama ketimbang memahami poligami.
Bapak adalah pribadi yang suka becanda, yang sering kali bilang “nanti kamu gak punya Mamah-mamah baru kalau ikut Bapak terus.” Karena saya selalu ikut kemanapun Bapak pergi. Bapak tidak serius mengatakan ingin punya istri baru, tapi ketika saya menunjukkan ketidak sukaan atau mengatakan “gak mau” Bapak akan menanggapinya dengan serius, seperti mengatakan “yang mau nikah lagi siapa?
Beranjak dewasa, eh da sampai sekarang merasa belum dewasa. Ya beranjak meninggalkan Bapak (red: merantau), ketika isu soal menikah merebak saya pikir poligami bagian yang penting untuk dipersiapkan. Ya siap tidak siap, mau tidak mau, terpikirkan atau tidak. Bab Poligami itu harus selesai dipahami dan disikapi dengan tepat (versi kebenaran masing-masing pembacalah, mau menolak atau menerima).
Bagi saya sendiri soal poligami ini, saya tidak akan mengatakan tidak. Iya boleh, boleh saja.. syarat dan ketentuan berlaku (!!!). Begini, bagi saya ada dua tugas pokok utama perempuan setelah menikah adalah melayani suami dan mendidik anak. jadi seandainya besok saya tidak mampu melayani suami dan mendidik anak dengan baik entah karena sakit parah atau ganguan mental (naudzubillah min dzalik) saya akan mengijinkan suami saya menikah lagi. Selama saya masih bisa melayani suami dan mendidik anak dengan baik, dan suami masih kekeuh pengen nikah lagi. Ayolah kita ‘riset’ dulu, riset kesiapan dan kemampuan suami beristri lagi, riset kesiapan saya berbagi suami, dan riset urgensi kenapa perempuan itu harus dinikahi?
Well dalam Qur’an Surat An-nisa ayat 58 “Allah menyuruh manusia untuk menetapkan sesuatu dengan adil”. Lalu mari kita lihat Qur’an surat An-nisa ayat 3 yang suka menjadi hukum bolehnya laki-laki berpoligami “.....maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak bisa berlaku adil, maka nikahilah seorang saja....” secara logika jika laki-laki memiliki empat istri dan bisa berlaku adil maka pahalanya lebih besar dengan berlaku adil pada satu istri. Tetapi,, siapa yang bisa menjelaskan apa itu adil tertutama adil dalam hal perasaan terhadap satu wanita dengan wanita yang lain? Karena di jelaskan pada ayat selanjutnya An-Nisa ayat 129 “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri (mu)....”
baydewey, kalau berpoligami untuk mengikuti sunah rasul. Mungkin ada yang terlewatkan
Okey keputusan kembali pada pribadi masing-masing. (Wallahu ‘allam bis shawab)
*tulisan pernah dipublikasikan dicatatan facebook dengan judul yang sama Uul Latifah
*
Poligami di bolehkan kepada laki laki yg mampu, dan bisa bersikap adil, itu yg saya tahu
BalasHapus