Langsung ke konten utama

Tentang Luka (3)

Doc. Pribadi dengan kamera analog dan film kodak 200
                Benar saja, beberapa bulan kemudian hidup Ara bahagia dipenuhi oleh Oki sang tour guide. Meski ada jarak diantara mereka dan sangat jarang bertemu. Dengan serius Ara membawa Oki ke rumah dan tak berapa lama juga Ara dibawa kerumah orangtua Oki. Baik Hana maupun Arlen yakin bahwa hubungan Ara dan Oki akan berjalan mulus dan berakhir bahagia di depan penghulu. Namun beberapa bulan setelahnya duka dimulai, setelah Ara mengatakan pada Hana secara khusus dan meminta Hana ambil cuti satu hari dibulan desember untuk pernikahannya yang sudah direncakan secara sederhana. Pada waktunya jangankan perihal hari pernikahan soal meminangpun Oki tak pernah kunjung datang.
                Orangtua Ara tak pernah tahu apa yang terjadi pada anaknya setelah Oki tak kunjung datang yang hanya dijawab Ara masih sibuk dengan jadwal-jadwal kerjanya. Ara lebih banyak mengurung diri dikamar, mereka pikir Arapun punya banyak pekerjaan karena jarang tidur malam. Nyatanya Ara diam-diam menangis sepanjang waktu dibawah selimbut, kesulitan untuk tidur dan hilang selera makan. Hana tahu sahabatnya itu sedang dalam keadaan yang kurang baik.
                “Na, aku bangun tidur ngerasa marah dan nangis terus.” Ara mengirimkan pesan melalui whatsapp.
“Aku pulang kerja siang, mau keluar?” Hana membalas pesan dan mencoba menghibur sahabatnya.
Oke. Aku akan jemput kamu.” Jawab Ara singkat, namun tak berapa lama Ara mengirimkan pesan lagi. “Na kayaknya aku dirumah saja, aku dalam kondisi emosional yang tidak baik. Aku takut khilaf pas lagi bawa kendaraan.” Hana paham sahabatnya benar-benar berada dikondisi stress berat.
“Oke aku sama Arlen bakal kerumah kamu. Jangan lakukan hal-hal yang aneh-aneh, atau pikiran yang buruk. Terlebih bunuh diri!” Hana serius.

                “Berapa berat badan kamu sekarang Ra?” Tanya Hana sembari matanya penuh selidik pada tubuh Ara yang makin kurus dan tak terurus, sembari menyiapkan bubur sop khas Cirebon salah satu makanan kesukaan Ara yang ia beli sebelum pergi kerumah Ara. Hana dan Arlen berhasil membuat Ara keluar dari bawah selimbut dan keluar kamar. Meski hanya sampai halaman depan rumah.
                “Seminggu lalu turun 3kg.” Suara Ara serak. Matanya merah dan pipinya tampak sembab meski ia sudah tutupi dengan polesan foundation bukan untuk menyembunyikan dari Hana maupun Arlen tapi menyembunyikan dukanya dari kedua orangtuanya dan orang di rumahnya.
                “Penasaran seberapa cakep dan hebatnya Oki sih, sampai berhasil menakhlukkan Ara begini?” tanya Arlen. Ara belum pernah memperkenalkan Oki pada sahabat-sahabatnya.
                “Dia gak cakep, gak hebat ataupun keren. Dia biasa saja, orangtuanya pembuat kerupuk. Rumahnya dari bilik, ngingetin Ara sama rumah almarhum uyut yang di Singaparna.” Hana mulai menyodorkan makanan, namun sama sekali tidak dilirik Ara. Arlen yang malah menyerobot duluan, dengan menyendokkan bubur kedalam mulutnya.
                “Dia orang yang sederhana.” Ara sayu. Hana segera meneyendokkan dan menyodorkan langsung bubur kedepan mulut Ara. Terpaksa Ara membuka mulut, meski ia ingin menolak. Tak ingin makan.
                “Aku gak masalah sama kondisi keluarganya. Aku gak masalah sama perkerjaannya dia. Aku juga ikhlas dinikahi dengan cara sederhana. Toh untuk apa sih pernikahan mewah jika tidak berkah? Aku tidak menuntut atau memberatkan dia dan keluarganya. Orangtua aku juga bisa menerima itu. Karena ya dia laki-laki yang aku pilih.” Lanjut Ara setelah makanan sudah melewati tenggorokannya. Suara Ara bergetar dan mulai berucucuran air mata. Tak ada kata yang keluar dari Mulut Hana dan Arlen. Hana tak lagi menyuapi makanan. Mereka Hanya duduk saling berangkulan, berharap bisa menjadi sandaran dari salah satu yang tengah melemah dan saling menguatkan.

                Oki berubah tanpa kabar, sulit mendapatkan kabar. Balasannya pendek-pendek dan tak pernah menanyakan kondisi Ara. Tak ada lagi panggilan masuk dari Oki. Oki bahkan tidak menjawab setiap panggilan Ara yang beruntun maupun diwaktu yang berbeda. Tanpa kata Oki pergi. Dengan terpaksa Ara berlari dengan memeluk luka. Berlari pada kehidupannya sendiri yang sesungguhnya, yang telah lama dalam bayang Oki. 

Bersambung...

Baca bagian sebelumnya Tentang Luka (2)
Baca bagian berikutnya Tentang Luka (4)
Sudah pernah di publikasikan di tumblr dengan judul yang sama. kepikabu.tumblr.com

Komentar

  1. Dari bagian satu, dua dan ini yg ketiga, sangan menyentuh, dan masih penasaran ke bagian 4, di tunggu yah....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah publish yang ke 4nya. Silahkan baca.
      Senang ada yang nenantikan tulisan Uul selanjutnya.

      Hapus

Posting Komentar